ANALISIS KOMPREHENSIF SISTEM SANKSI ADAT DALAM PELANGGARAN NORMA SOSIAL ADAT REJANG DI DESA TABA RENAH DALAM BUKU TIMUR CAHAYO
Kata Kunci:
Hukum Adat Rejang, Sanksi Adat, Pelanggaran Norma Sosia, Desa Taba Renah, Buku Timur CahayoAbstrak
Penelitian ini membahas kompleksitas sistem sanksi adat yang berlaku dalam masyarakat Rejang di Desa Taba Renah terkait berbagai jenis pelanggaran norma sosial, dengan fokus utama pada mekanisme penerapan sanksi adat, legitimasi pemangku adat dalam menegakkan aturan, serta relevansi hukum adat Rejang yang terangkum dalam buku Timur Cahayo. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasikan serta menganalisis berbagai bentuk sanksi adat dalam masyarakat Rejang, menganalisis dasar filosofis dan historis yang melandasi sistem sanksi tersebut, mengevaluasi efektivitas sistem sanksi adat dalam menjaga ketertiban sosial, dan merumuskan rekomendasi integrasi nilai- nilai hukum adat Rejang ke dalam sistem hukum nasional sebagai wujud pluralisme hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-antropologis dengan metode etnografi hukum, data diperoleh melalui penelitian lapangan di Desa Taba Renah dengan teknik wawancara mendalam terhadap pemangku adat, kepala desa, dan anggota masyarakat, untuk memahami konteks historis dan filosofis dari sistem sanksi adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem sanksi adat Rejang memiliki hierarki yang terstruktur berdasarkan jenis pelanggaran, mulai dari kesalahan ringan ("cepalo") hingga pelanggaran berat seperti pernikahan tanpa izin adat dan kelahiran di luar nikah, dengan sanksi yang diterapkan mencakup denda materiil (uang dan barang), sanksi sosial (permintaan maaf publik), hingga ritual pembersihan kampung ("cuci kampung"); pemangku adat beserta kepala desa memiliki otoritas yang kuat dalam penegakan sanksi melalui mekanisme musyawarah dengan legitimasi sistem berasal dari kepercayaan masyarakat terhadap nilai-nilai adat yang diwariskan turun-temurun dan diakui yang menjadi landasan filosofis masyarakat Rejang; meskipun menghadapi tantangan modernisasi, sistem sanksi adat tetap efektif dalam menjaga ketertiban sosial dan harmoni masyarakat, serta berperan penting sebagai sarana penyelesaian konflik alternatif yang mendukung sistem peradilan formal. Keseluruhan sistem adat ini mendapat legitimasi hukum yang kuat melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 97 dan 1031 yang mengakui keberadaan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa. Pengakuan ini diperkuat oleh Pasal 18B ayat (2) UUD 19452 yang secara eksplisit mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.