PELANGGARAN ETIK HAKIM TERHADAP INDEPENDENSI DAN LEGITIMASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 90/PUU-XXI/2023
Kata Kunci:
Mahkamah Konstitusi, Pelanggaran Etik, Majelis Kehormatan MK, Legitimasi Putusan, Kepercayaan PublikAbstrak
Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran strategis sebagai penjaga konstitusi dan penegak supremasi hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Namun, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai kontroversial karena mengandung konflik kepentingan dan diikuti oleh pelanggaran etik berat oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, menimbulkan krisis legitimasi dan mengguncang kepercayaan publik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pelanggaran etik terhadap independensi kelembagaan dan legitimasi putusan MK serta menelaah efektivitas mekanisme pertanggungjawaban etik yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Metode yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran etik, meskipun dijatuhi sanksi personal, tidak mempengaruhi keberlakuan putusan MK secara hukum, namun secara etik dan moral melemahkan legitimasi institusional MK. Tidak adanya mekanisme hukum untuk membatalkan putusan MK yang cacat etik menciptakan kekosongan hukum (rechtsvacuum) yang mengancam kredibilitas dan akuntabilitas lembaga. Oleh karena itu, diperlukan penguatan sistem pengawasan etik yang bersifat preventif dan korektif, reformasi hukum terkait koreksi putusan, serta peningkatan transparansi untuk menjaga kepercayaan publik dan kelangsungan demokrasi konstitusional di Indonesia.